Tuesday, 28 February 2012

tujuan dikeluarkannya maklumat no. X tanggal 16 oktober 1945

Pembunuhan Kekuasaan Konstitusional Pertama: adalah keputusan penggantian sistem kabinet presidensiil dengan kabinet parlementer. Sebab dengan demikian maka secara resmi mulai saat itu kekuasaan Soekarno sebagai Kepala Pemerintahan dilucuti, yang tinggal hanya kekuasaan sebagai Kepala Negara yang praktis hanya sebagai simbol dalam sistem tatanegara.

Bersamaan dengan itu mulailah di Indonesia berlaku demokrasi liberal. Perubahan sistem kenegaraan demikian itu tercapai berkat modus operandi yang lihai, yaitu pertama-tama dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No.X bulan Oktober 1945, yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum terbentuknya MPR/DPR melakukan tugas legisltif. (1). Dengan demikian KNIP dari lembaga pembantu presiden menjadi lembaga yang sederajat dengan lembaga kepresidenan.

Kemudian KNIP yang dipimpin Syahrir ini lebih berhasil lagi dalam mendorong Pemerintah – Wk.Presiden Hatta -- untuk mengeluarkan Maklumat Pemerintah tentang pendirian partai-partai politik (3Nopember 1945) dan pemberlakuan Kabinet Parlementer (14 Nopember 1945). (2)



Seperti kita ketahui UUD 1945 menganut sistem kabinet presidensiil, di mana presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tapi dengan dikeluarkannya Maklumat Wk. Presiden No.X Oktober 1945, yang diikuti pengumuman Peraturan Pemerintah bulan Nopember tentang pendirian partai-partai politik dan pergantian sistem presidensiil menjadi parlementer, maka akibatnya mulai saat itu , presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan atau hak menentukan kebijakan jalannya pemerintahan, tapi hanya sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai simbol atau tukang stempel. Semua kebijakan pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri bersama kabinetnya.



Sesungguhnya dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No.X secara yuridis tidaklah serta merta harus menghilangkan kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan, tapi hanya perubahan status KNIP dari pembantu presiden menjadi lembaga legislatif yang sederajad kedudukannya dengan presiden dan yang bersama-sama presiden mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang. Hal itu bisa dilihat dalam praktek ketatanegaraan Indonesia di era pemerintahan Soekarno (setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959), era Suharto (sampai 1998), dan pemerintahan-pemerintahan pada era reformasi, di mana meskipun ada lembaga legislatif (MPR/DPR) presiden tetap memegang kekuasaan konstitusional sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Sumber https://manusiapinggiran.blogspot.com/
Comments


EmoticonEmoticon

Search This Blog

Powered by Blogger.